SEMARANG, KOMPAS.com--Pakar bahasa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) PGRI Semarang, Dr. Suwandi menilai, bahasa Indonesia potensial dijadikan sebagai bahasa resmi ASEAN dengan segala keunggulan yang dimiliki.
"Kalau dari gramatikal, bahasa Indonesia relatif lebih mudah dipahami dibandingkan bahasa lain, misalnya bahasa Inggris," katanya, di Semarang, Kamis, menanggapi wacana bahasa Indonesia jadi bahasa resmi ASEAN.
Dalam bahasa Indonesia, kata dia, tidak mengenal perbedaan waktu seperti halnya bahasa Inggris yang membedakan susunan gramatikal kata antara sesuatu yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan belum akan terjadi.
Menurut dia, kepraktisan bahasa Indonesia itu menjadi salah satu keunggulan yang memudahkan setiap orang untuk mempelajarinya, apalagi untuk masyarakat yang tinggal di negara-negara kawasan ASEAN.
"Bahasa Indonesia dengan Melayu juga hampir mirip, tentunya lebih familiar bagi masyarakat yang tinggal di kawasan ASEAN setelah bahasa Inggris," kata pengajar Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) IKIP PGRI Semarang itu.
Penulisan bahasa Indonesia yang menggunakan huruf Latin, kata dia, menjadikannya lebih mudah dipelajari siapa pun dibandingkan misalnya bahasa Jepang atau Mandarin yang menggunakan simbol dan tanda yang khas.
"Bentuk tulisan Latin relatif lebih banyak dikenal. Karena itu, untuk mempelajari bahasa Indonesia tak perlu belajar simbol atau tanda, seperti halnya bahasa yang tidak menggunakan penulisan Latin," katanya.
"Kalau dari gramatikal, bahasa Indonesia relatif lebih mudah dipahami dibandingkan bahasa lain, misalnya bahasa Inggris," katanya, di Semarang, Kamis, menanggapi wacana bahasa Indonesia jadi bahasa resmi ASEAN.
Dalam bahasa Indonesia, kata dia, tidak mengenal perbedaan waktu seperti halnya bahasa Inggris yang membedakan susunan gramatikal kata antara sesuatu yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan belum akan terjadi.
Menurut dia, kepraktisan bahasa Indonesia itu menjadi salah satu keunggulan yang memudahkan setiap orang untuk mempelajarinya, apalagi untuk masyarakat yang tinggal di negara-negara kawasan ASEAN.
"Bahasa Indonesia dengan Melayu juga hampir mirip, tentunya lebih familiar bagi masyarakat yang tinggal di kawasan ASEAN setelah bahasa Inggris," kata pengajar Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) IKIP PGRI Semarang itu.
Penulisan bahasa Indonesia yang menggunakan huruf Latin, kata dia, menjadikannya lebih mudah dipelajari siapa pun dibandingkan misalnya bahasa Jepang atau Mandarin yang menggunakan simbol dan tanda yang khas.
"Bentuk tulisan Latin relatif lebih banyak dikenal. Karena itu, untuk mempelajari bahasa Indonesia tak perlu belajar simbol atau tanda, seperti halnya bahasa yang tidak menggunakan penulisan Latin," katanya.
Ia mengatakan, bahasa Indonesia relatif mudah beradaptasi dengan istilah-istilah asing dengan melakukan penyerapan, termasuk istilah Inggris yang seiring waktu kemudian diserap menjadi bahasa Indonesia.
Persoalannya, kata dia, kesiapan bahasa menjadi bahasa resmi yang digunakan banyak negara bergantung pada seberapa besar ketergantungan terhadap bahasa tersebut dalam berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial, dan budaya.
"Seberapa besar peran bahasa Indonesia dalam kegiatan perekonomian ASEAN? Misalnya menggunakan bahasa Indonesia lebih memudahkan kegiatan perekonomian karena banyak masyarakat yang memakainya," katanya.
Menurut dia, apabila kenyataannya kebergantungan masyarakat ASEAN terhadap penggunaan bahasa Indonesia belum besar, maka sulit juga mewujudkan bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi kedua ASEAN, setelah bahasa Inggris.
Karena itu, kata Suwandi, perlu kesiapan, upaya serius, dan komitmen untuk mewujudkan hal tersebut, tentunya dimulai dari kesadaran penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar oleh masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar