Welcome to the Earth .... --- Salam Warkop ---

Halaman

Sabtu, 19 Maret 2011

Kerukunan Beragama

Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama di Kota Batu


Sesampai di stodio Batu TV, Yogi Eka yang ditunjuk sebagai presenter dalam talkhow kali ini berdiskusi dengan fasilitator. Karena waktu sudah hampir pukul empat sore, Yogi akhirnya mengajak krew KB untuk segera tampil. Untuk melengkapi forum, L. Riansyah, fasilitator outclass Simpul Demokrasi Batu akhirnya diajak ikut naik ke Gardu menjadi salah satu narasumber.

Yogi membuka diskusi dan kemudian memperkenalkan narasumber satu per satu. Selanjutnya yogi memberikan pengantar singkat berkenaan dengan isu kerukunan umat beragama. Selanjutnya Yogi mempersilahkan kepada narasumber secara bergantian untuk memberikan paparan awal. Kesempatan pertama ogi mempersilahkan kepada L. Riansyah ang kebetulan aktif di Pusat Studi dan Pengembangan Kebudayaan (PUSPeK) Averroes.

Rian mengawali paparan dengan menjelaskan bahwa dalam melitat kerukunan umat beragama ada tiga tingkatan atau level, yakni toleransi, koeksistesni dan proeksistensi. Di level tolenransi, antar kelompok keyakinan hidup saling menghormati dan menghargai. Interaksi sosial berlangsung secara harmoni namun masing masing masih menjaga jarak.

Jika level dinaikkan sedikit ke level yang kedua yakni koeksistensi, masyarakat lintas iman tidak hanya saling menghormati, namun sudah mulai mengembangkan dialog dan diskusi lintas keyakinan. Di level ini perbedaan keyakinan tidak hanya dihormati namun juga tidak tabu untuk dipahami didialogkan. Kesadaran masyarakat dalam memahami ajaran pemeluk keyakinan lain menjadi potret interaksi sehingga kerukunan terbangun bukan hanya karena
saling menghormati satu keyakinan satu dengan keyakinan yang lain. Akan tetapi sudah berkurangnya sensitivitas dan kecurigaan antar keyakinan.

Level ketiga adalah level proeksistesi. Pada tingkat ini menurut Rian, masyarakat sudah tidak lagi hanya menduskusikan perbedaan. Kelompok lintas iman tidak saja saling menghormati dan terbiasa berdialog dan saling memahami ajaran saja. Kelompok lintas iman sudah terbiasa menemukan irisan-irisan bersama dalam membangun karya nyata dan mengembangkan peran-peran kemanusiaan. Kerjasama kemanusiaan tentu saja bukan hanya sebuah kegiatan aliansi taktis, atau seremoial yang sifatnya insidental. Namun pola integrasi kelompok agamawan ini sudah menjadi tradisi yang dihasilkan dari proses interaksi sosial yang dalam. Level ketiga ini hanya bisa terwujud ketika toleransi dan ko-eksistensi belum terwujud dengan kuat.

Selanjutnya kesempatan kedua diberikan kepada Arif Erwinardi. Arif menjelaskan tentang kondisi masyarakat Batu yang memiliki karakter agraris. Karenanya interaksi sosial yang mengedepankan toleransi masih cukup kuat. Arif melihat bahwa kerukunan umat di Kota Batu sangat ditopang oleh kerukunan antar iman yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat agraris pedesaan, misalnya di Junggo, Torongrejo kampung tempat Arif tinggal, interaksi sosial menjadi kunci terbangunnya masyarakat yang harmonis. Potret ini diperkuat dengan keberadaan tradisi dan kearifan lokal yang membuat kerukunan tetap terjaga. Arif mencontohkan keberadaan bersih desa. Bersih desa adalah ritual tahunan yang dilakukan untuk menghormati leluhur desa. Dalam kegiatan seperti ini biasanya diakhiri dengan doa bersama lintas iman. Doa bersama menjadi salah satu dialog antar keyakinan yang di beberapa masyarakat menjadi local wisdom dan menjadi simbol kuatnya hubungan antar pengaruh keyakinan.

Selanjutnya, Wulan, mardisetyaningsih dan Rosidah Erawati dalam dialog kali ini secara bergantian berbagi tentang potret pengalaman kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari. Diskusi ini juga mengupas persoalan berkenaan peran agamawan, kerjasama lintas iman di Batu, dan harapan kiprah nyata akan keberadaan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB).
(sumber : Simpul Demokrasi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar