Welcome to the Earth .... --- Salam Warkop ---

Halaman

Jumat, 06 Mei 2011

Orang Tua Over Protektif, Anak Jadi Pemalu

Melihat perkembangan anak yang semakin pesat di usia emasnya tentu membuat para orang tua bahagia. Untuk menyempurnakan pertumbuhannya di masa emas tersebut, para orang tua pun memasukkan anaknya ke sekolah terbaik yang ada. Maka jangan heran jika sekolah-sekolah persiapan seperti kelompok bermain semakin digandrungi oleh masyarakat perkotaan.
Saat si anak menginjakkan kakinya di sekolah untuk kali pertama, orang tua berharap jika buah hatinya bisa langsung beradaptasi dengan lingkungan baru. Namun tak jarang harapan para orang tua ini tidak terwujud begitu saja. Beberapa di antaranya tidak langsung beradaptasi dan menangis begitu masuk sekolah di hari pertama.
Kondisi ini lambat laun akan berubah ketika si anak sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Mereka tidak lagi menangis, malu-malu, takut atau enggan bersekolah saat diantar oleh orang tuanya. Namun tidak semua anak bisa menikmati dunia sekolahnya dan beradaptasi. Beberapa di antara mereka, terkadang masih saja menangis, malu-malu dan selalu minta ditemani oleh orang tua saat kegiatan belajar mengajar.
Wakil Play Group Selaras Cita Malang, Murti Handayani mengatakan, memang ada tipe anak yang termasuk sebagai anak pemalu, penakut dan sulit bersosialisasi. Tipe anak yang seperti ini bisa diketahui dari perangainya sehari-hari di sekolah. Di antaranya cengeng, suka menyendiri dan tidak mau bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya.
“Sama seperti orang dewasa, di dunia anak ada juga yang tergolong tipe pemalu dan penakut. Biasanya mereka mudah sekali menangis dan tidak mau bersama-sama dengan teman-temannya,” terang Murti.
Murti menuturkan, ada beragam penyebab anak menjadi pribadi yang pemalu dan penakut. Penyebab yang paling mendominasi biasanya karena faktor lingkungan. Sedangkan faktor genetik juga memiliki andil meski porsinya tidak terlalu besar.
Faktor lingkungan yang membuat anak menjadi pribadi yang pemalu dan penakut antara lain karena peran orang tua. Biasanya orang tua tidak memberikan kesempatan kepada anaknya untuk bersosialisasi dengan teman sebaya. Akibatnya ketika anak bertemu dengan teman sebaya di sekolah, mereka tidak bisa menyatu dan memilih sendirian.
“Biasanya terjadi pada orang tua yang dua-duanya bekerja. Di rumah si anak ditinggal sendiri bersama pembantu. Sehari-harinya ia tidak bertemu dengan anak sebaya. Sehingga saat bertemu dengan teman-temannya, ia pun menarik diri dan tidak bisa bersosialisasi,” ungkap Murti lagi.
Perempuan kelahiran 19 April 1974 ini menambahkan, pola asuh orang tua yang terlalu protektif atau over protective juga membuat anak tumbuh sebagai anak yang pemalu dan penakut. Larangan-larangan yang diberikan oleh orang tuanya ini bukannya membuat anak terhindar dari bahaya justru akan membuatnya menjadi pribadi yang tidak sempurna.
“Melindungi anak dari bahaya memang kewajiban orang tua, tetapi jangan terlalu berlebihan. Ketika ruang gerak anak dibatasi, mereka tidak bisa tumbuh kembang dengan leluasa. Justru akan berakibat tidak baik untuk mereka,” sambungnya

Waspada Jika Anak Jago Kandang
Anak yang pemalu dan penakut bisa diidentifikasi dari perlakunya sehari-hari yang cenderung diam dan malu-malu. Namun tidak berarti anak yang aktif di rumah bukan termasuk tipe anak pemalu dan penakut.
Murti mengatakan, ada tipe anak yang dikenal dengan istilah jago kandang. Pada tipe ini, anak biasanya aktif di rumah dan terlihat sangat pemberani. Namun ketika berada di lingkungan baru, tiba-tiba saja mereka menjadi anak pendiam dan cenderung menutup diri. Jika orang tua melihat perilaku anaknya yang demikian, sebaiknya tidak membiarkan begitu saja. Karena bisa terbawa hingga ia tumbuh dewasa.
”Kalau di dunia olahraga, jago kandang diartikan dengan orang atau tim yang bisa menang di kandangnya, tetapi begitu bermain di luar mereka kalah dengan lawannya. Seperti itulah anak jago kandang. Di rumah ia terlihat aktif dan ceria. Tetapi jika di luar rumah atau bertemu dengan orang lain yang bukan anggota keluarga, ia justru jadi pendiam,” beber ibu dua anak ini.
Penyebab anak jago kandang sendiri hampir sama dengan anak pemalu atau penakut. Mereka bisa leluasa di dalam rumahnya karena tidak memiliki teman sebaya. Ketika berada di luar rumah yang banyak teman usia sebaya, ia justru memilih menarik diri karena malu atau takut.
Murti menambahkan, di beberapa kasus ada juga anak jago kandang yang sebenarnya memiliki teman bermain (adik atau kakak). Tetapi karena teman bermainnya itu-itu saja, ia jadi tidak mudah menerima kehadiran orang baru (asing) sebagai temannya. Begitu ada orang baru di lingkungannya, ia jadi anak yang pendiam, malu-malu bahkan menangis sejadi-jadinya.
“Contoh kecilnya bisa dilihat ketika ada tamu yang datang ke rumah. Anak yang masuk tipe ini biasanya tiba-tiba bersembunyi saat ada tamu datang. Bahkan bisa jadi saat diperkenalkan, mereka tidak mau menampakkan batang hidungnya,” ungkap Murti menambahkan

Biasakan Bertemu Banyak Orang
Memiliki anak pemalu dan penakut tentu bukan keinginan setiap orang tua. Namun jika terjadi pada Anda, bukan berarti Anda akan menerimanya begitu saja. Para orang tua masih bisa mengubah perilaku anaknya sebelum akhirnya menjadi sifat yang dibawa hingga dewasa.
Menurut Murti, anak ibarat kertas putih. Tergantung orang tua akan menuliskan apa pada kertas putih tersebut. Seperti itulah peran orang tua dalam pembentukan karakter anak. Jika tidak ingin anaknya menjadi pribadi yang pemalu dan penakut hingga dewasa, maka orang tua yang harus berperan aktif.
”Selama ini untuk membentuk karakter anak, orang tua menyerahkan sepenuhnya pada sekolah. Langkah ini memang tidak sepenuhnya salah, tetapi bukan jalan terbaik yang bisa dilakukan. Paling tidak orang tua harus bekerjasama dengan sekolah dan ikut aktif,” terang Murti.
Untuk mengubah perilaku anak yang pemalu dan penakut, bisa dilihat dari penyebabnya. Jika penyebabnya karena anak kurang sosialisasi, maka orang tua harus membiasakan anak untuk bertemu dengan banyak orang. Yang paling mudah dilakukan adalah mengajak anak ke tempat keramaian seperti taman bermain dan pusat perbelanjaan yang ramai. Agenda keluar rumah ini dilakukan dengan waktu yang lebih sering sehingga anak pun tidak terlalu terkungkung di dalam rumah.
Cara lain yang bisa dilakukan agar anak terbiasa bersosialisasi adalah rajin berkunjung ke rumah kawan atau saudara yang memiliki anak usia sebaya. Dengan rutinitas bertemu teman sebaya, anak akan lebih mudah menerima keberadaan orang lain.
”Jika sudah bisa berbaur dengan saudara atau anak teman, orang tua bisa menambah jumlah orang yang ditemuinya agar anaknya tidak bermain dengan teman yang itu-itu saja dan bisa menerima kehadiran orang lain (asing) lagi,” paparnya.
Murti mengingatkan, orang tua juga harus aktif berkomunikasi dengan anaknya agar ia tidak malu-malu lagi jika bertemu dengan orang lain. Komunikasi tidak hanya bisa disampaikan dengan dialog, tetapi juga aktivitas membacakan cerita atau dongeng yang memiliki kesamaan alur. Dengan cerita atau dongeng yang dibacakan, anak akan lebih mudah meniru karena di masa pertumbuhan anak bisanya memiliki sifat imitasi atau meniru.

Ajak untuk Tampil di Depan
Untuk membantu anak menghilangkan sifat pemalu dan penakutnya, sekolah juga bisa melakukan terapi tertentu. Bahkan terapi yang dilakukan di sekolah bisa membantu banyak karena anak bisa langsung mempraktikkannya.
Di hari pertama masuk sekolah, saat si anak malu dan takut menghadapi dunia yang baru, guru bisa mengawalinya dengan memberikan suasana welcome yang tulus. Anak kecil biasanya lebih sensitif, sehingga ketika ia merasakan ada penerimaan yang tulus, ia akan lebih tenang menghadapi dunia barunya.
“Dengan ketulusan, antara guru dan anak akan tercipta keselarasan. Dari sini, kontak lebih lanjut bisa dilakukan,” ujarnya.
Jika penerimaan dengan tulus sudah diberikan tetapi anak masih terlihat susah berbaur dengan teman-teman sebayanya karena malu atau takut, terapi selanjutnya bisa dilakukan, yakni membiasakan anak untuk menjadi pemimpin dan tampil di depan kelas. Entah itu memimpin baris, doa atau permainan.
”Awalnya dia mungkin hanya mengikuti suara guru. Tetapi setelah terbiasa, ia bisa mencari kata-kata sendiri. Dan sifat pemalu dan penakut pun lambat laun akan menghilang,” tambah perempuan asli Malang ini.
Saat kegiatan belajar mengajar dilakukan, anak pendiam dan penakut ini juga bisa diterapi dengan cara memperbanyak tanya jawab sehingga ia terbiasa untuk unjuk gigi. Untuk menambah motivasinya agar tidak malu-malu, guru bisa membantu dengan memberikan cerita-cerita bersemangat.
Ketika jam istirahat tiba, guru juga harus mengawasi apa saja kegiatan yang dilakukan oleh anak tersebut. Jika ia mulai menarik diri dari pergaulan dengan teman-temannya, guru bisa mengajaknya kembali ke dalam lingkaran pergaulan tersebut. Atau paling tidak meminta bantuan teman lainnya yang lebih aktif dan pandai bergaul untuk mengajaknya serta.
Terapi yang dilakukan ini berhasil dalam waktu hitungan hari untuk membuat anak menjadi tidak pemalu lagi. Bahkan dalam satu minggu, sudah ada hasil yang bisa dinikmati. Menurut Murti dengan menggunakan beragam terapi ini, dalam waktu empat hari anak sudah bisa menikmati pergaulannya dengan teman sebaya. Bahkan ia tidak mau lagi didampingi orang tua saat kegiatan belajar mengajar dilakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar